Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2024

Mendera

  Tubuhnya Busuk Di kerumuni Dosa. Nuraninya gelap, Tubuhnya menggigil ketakutan, Dosanya busuk dikerumuni lalat. Di gudang rumah, la temui sejadah berjamur, la basuh dengan air matanya, Jalan merangkak, hatinya ragu diterima tuhannya. Tapi apalah daya, Kuasa tuhan lebih besar dari dosa-dosa manusia. ~Abdulloh faqih~

matehatika

 kepada perempuan yang dianugerahi keindahan jiwa dan ragamu memanglah kebenaran hanya bisa disentuh dengan kesucian kecantikanmu bukan pada paras namun dia terpancar bagai serunai sinar ditengah kehampaan bunga-bunga di tanah lapang adalah cinta kasih semesta kehidupan dan engkau anak manusia adalah bunga-bunga dari kasih dan sayang pahamlah aku bila rasa sayang tidak di-baru-kan maka akan berakhir menjadi perbudakan cinta, bagai sebuah kematian. beberapa orang dianggap menakutkan namun beberapa lainnya menantikan layaknya menunggumu hingga waktu temaram meski tahu gelap gulita akan menggantikan apakah itu sebuah kesalahan ? kau tahu (yang), dalam beberapa persoalan tidak bisa di setarakan seperti matematika dalam pelajaran setiap pertanyaan akan selalu ada kunci jawaban namun dalam kehidupan beberapa persoalan tidak akan muncul sebuah jawaban untuk kelanjutan, biarlah kita mengarungi samudera rubiyat tuhan. (hutan pinus, hujan, dan kemeja hitam)

Semenjana

 Kita hanya sebatas cinta yang tak pernah tersampaikan. Tertutup tabir-tabir dalam pertanyaan Lalu luruh,  lalu termangu,  atau ragu. Memuai dan terlupakan atas masa-masa itu. Serupa jejak langkah, akan hilang seiring hadirnya ombak-ombak di pantai itu Adakah kita hanya sebatas belajar menyimpan dendam dan rindu Lalu membisikkan salam, Lewat konstelasi-konstelasi dalam ingatan Atau sekedar kecupan diantara lautan awan Biarlah rindu menjadi senandung untuk bromocorah masyarakat pedesaan Yang teduh, Lagi melelapkan, kemudian terlupakan. barangkali waktu akan terulang, sepertinya lebih baik berteman

pelukis dendam

 Kita hanya berbeda perihal seni dalam mencinta, nona. Engkau dengan kuas dan kanvasmu Aku dengan pena dan buku pemberianmu Terkadang engkau melukis wajahku Sedang aku lebih sering menulis cerita tentangmu Setiap pagi engkau merangkai sebuah lukisan baru Setiap petang aku berlatih menyesuaikan diksiku Entah mana yang akan sampai dipenghujung dahulu Adakah aku dengan segala tulisan mengenaimu Atau engkau dengan lukisan wajah baru. Adakah aku yang tak sanggup membersihkan kembali cerita-cerita itu Atau engkau yang memaksa untuk membuka lembaran baru Hingga ketika sang pemilik waktu tiba merubah cerita itu Aku tak lagi dengan pena dan buku-buku darimu Kau tak lagi dengan kuas dan kanvas pemberianku Yang perlu kau tau, beberapa orang akan selalu membekas didalam hatimu.  Meski sudah memiliki yang baru.

adakah kita hanya sebatas tanah dimana kita berpijak saja

Sebuah Roman : Kamu yang menangis pasti kutampar mukamu
 Kamu yang melelehkan peluh mata di hadapan dunia yang bengis
Awas kurobek keningmu! Kelembutan sudah mati, kamu tahu!
 Kelembutan sudah lama mati dan dunia begitu renta
 Karena engkau tak pernah peduli Cepat terjun ke air panas dendam yang mendidih
 Matamu musti membelalak liar dan harus menyimpan
 Gelombang dan kekejaman Marah besar
 Dada menggelegak hingga sukma terbakar
 Sesudah itu baru kematianmu luhur Burung-burung yang bernyanyi bungkam mulutnya Batumu jangan leleh oleh terik matahari atau bisik angin
 Dan bunuh suara-suara yang mengajakmu terharu Hanya perawan boleh berharap pada keterharuan
 Karena ia belum kenal gelombang lautan
 Karena tak membunuh diri dengan perlawanan Kelembutan mati kamu tahu!
 Kelembutan sudah lama mati dan dunia begitu renta
 Karena Engkau tak pernah peduli Kamu yang menangis pasti kulukai mukamu
 Kamu yang tak jadi batu dan menyangka bisa ketemu
 Awas kukoyak kenanganmu!

klausa di bulan juli

Kemudian mau kau apakan tentang rindu ini ? apakah disimpan dalam almari lagi ? Atau dilipatan dalam makanan yang kau buatkan padaku setiap pagi dan sore hari ? Apa mungkin dalam setiap pesan yang engkau dulu anggap sebagai gurauan atau seni ? Ah sudahlah, memang semua telah hilang. Kita juga tidak bisa "menafikan" perkataan itu setiap hari  namun apa yang sudah berjalan akan selalu dikenang dalam ingatan dan hati. Sama halnya perpindahan angin muson yang saling berkebalikan begitu pula daun yang jatuh berguguran akan terus melakukan pergantian. Dan engkau, kini telah menemukan kembali sesuatu yang hilang dari ingatan.