Langsung ke konten utama

Aliran ushul fiqh ulama hijaz dan kuffah

ALIRAN USHUL FIQH ULAMA HIJAZ DAN IRAQ
ESSAY
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih Perbandingan
Dosen pengampu : Dr.H.Fakhrudin Aziz, Lc.,M.S.I.


Disusun Oleh :

Zidan Muhamad Kadafi (1702016159)


HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2020
PEMBAHASAN
Dalam perkembangan hukum Islam, terdapat dua pendekatan yang digunakan oleh para pakar hukum Islam yang berbeda. Pertama, pendekatan nalar dan analogi yang diwakili oleh mazhab Irak. Timbulnya pendekatan dengan menggunakan nalar dan analogidi Irak disebabkan karena sedikitnya hadis yang beredar di kalangan masyarakat Irak sehingga masyarakat mahir menggunakan nalar (ra’y) dan analogi (qiyās). Yang kedua ialah pendekatan hadis yang diwakili oleh mazhab Hijaz. Hal ini disebabkan di Hijaz lebih mudah mendapatkan hadis karena di daerah itulah Rasulullah menyampaikan ajarannya, sehingga banyak penghafal hadis. Masyarakat Hijaz mempunyai komitmen yang tinggi terhadap hadis dan dalam penerapan pencarian hukum islam sehingga mereka dikenal dengan ahl al-riwayah.
hukum Islam merupakan hukum yang bersumber dari hukum Tuhan sekaligus hukum yang dilahirkan oleh para Fuqaha.Tetapi dalam memahami prinsip-prinsip Tuhan tersebut memerlukan pemikiran manusia. Oleh karena itu, peluang untuk munculnya konflik dalam memahami wahyu Tuhan dengan pemikiran manusia tersebut sangat mungkin terjadi. Dalam perkembangan selanjut, dari beberapa Fuqaha muncul kecenderungan yang berbeda-beda dalam menetapkan hukum (istinbath hukum) terhadap suatu permasalahan yang terjadi, sehingga muncullah dua aliran fiqh yang berbeda dan kemudian dikenal dengan aliran Fiqh Kufah (Irak) dan Hijaz (Madinah). Aliran Hijaz terkenal dengan berpegang kepada al-qur’an dan as-Sunnah serta memahaminya secara literal (dhahir)dan menganggap bahwa fatwa sahabat juga sebagai sumber hukum setelah al-Qur'an dan as-Sunnah.Aliran ini biasa disebut dengan ahlal-Hadist. Sedangkan aliran Kufah (Irak) lebih menggunakan rasio dalam skala yang cukup luas dan menganggap hukum syariat sebagai suatu takaran rasionalitas, dan aliran ini juga cenderung lebih menggunakan Qiyas (analogi) sehingga aliran ini dinamakan dengan ahl-al-ra’yi.
Pengaruh Sosial Politik Dan Geografis Masyarakat Hijaz Dan Kuffah
Pengaruh sosial politik
Irak dengan penduduknya yang majemuk, beragam latar belakang dan asalnya, saat itu merupakan pusat penting bagi ilmu pengetahuan dan budaya. Keilmuan dan budaya yang diwarisi dari nenek moyang mereka berkembang pesat setelah fath Irak. Bangsa Suryani yang tersebar di daerah Irak sebelum fath Irak, memiliki pusat pendidikan etika Yunani (Amin, 1996: 288). Tafsir, fikih, nahwu, sharf, ilmu alam, matematika, seni musik dan Irak juga tempat dan berkembangnya aliran teologi seperti: Mu’tazilah, Syi’ah, Jahmiyah dan Qaramithah.


 Aliran tersebut cepat berkembang saat itu (Amin, 1996: 288). Irak di samping sebagai pusat keilmuan dan budaya, juga merupakan kancah peperangan dan peristiwa-peristiwa penting dalam Islam. Di antaranya perang Jamal dan Shiffin, di Irak pula Husein cucu Nabi muhammad saw terbunuh. Irak mewarisi ideologi, keilmuan, budaya dari nenek moyang mereka. Kemajuan, kekayaan keragaman penduduk akan melahirkan permasalahan baru yang banyak dan beragam. Permasalahan-permasalahan baru yang timbul tentunya membutuhkan solusi sementara nash (al-Qur’an dan Hadits) yang ada tidak memuat seluruh solusi dari permasalahan baru itu, sehingga keadaan semacam ini mendorong ahli fikih Irak untuk lebih banyak menggunakan ra’y (rasio) untuk mencari solusinya. Berbeda dengan di Hijaz (Mekah dan Madinah), ia merupakan daerah yang tidak dialiri oleh sungai, tanahnya keras berbatu dan berkerikil, sehingga menjadikan tanaman sulit untuk tumbuh kecuali daerah-daerah tertentu. Letak geografis yang tidak menguntungkan itu menjadikan penduduknya hidup dalam kesederhanan (Amin, 1996: 270). Di samping kebudayaan luar belum begitu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Hijaz, hanya pengaruh Yahudi dan Nasrani. Kehidupan yang sederhana relatif tidak melahirkan banyak permasalahan baru. Ahl fiqh al-Hijaz (Madinah dan Mekah) mampu mendapatkan solusinya cukup dari al-Qur'an atau hadits yang banyak dimilikinya. Keadaan yang semacam ini mengkondisikan ahli fikih Hijaz cenderung tidak banyak menggunakan rasio dalam mencari solusi suatu permasalahan, cukup menggunakan al- Qur'an atau hadits yang banyak dimilikinya.
Selain faktor-faktor diatas,Pertikaian antar aliran teologis juga mengakibatkan tumbuh suburnya praktik pemalsuan hadits. Hadits-hadits palsu yang bermuatan politik banyak bermunculan serta ungkapan-ungkapan pelecehan terhadap suatu kelompok di satu sisi dan menganggap kelompok sendiri sebagai kelompok yang paling benar di sisi lain, telah menjadi hiasan bibir masyarakat pada saat itu.Di samping apa yang telah disebutkan di atas, ada beberapa faktor penyebab sedikitnya hadits di kalangan ahli fikih irak bila dibanding dengan ahli fikih Madinah. Faktor tersebut antara lain:
dilihat dari geografisnya, Irak merupakan daerah yang relatif jauh dari Madinah dan Mekah yang merupakan tempat turunnya wahyu dan sahabat yang berdomisili di Irak tidak sebanyak di Mekah dan Madinah.
 Pandangan ahli fikih irak yang terpengaruh oleh wasiat (pesan) Umar bin Khattab kepada Abdullah bin Mas’ud untuk tidak memperbanyak periwayatan hadits. Kondisi sedikitnya hadits yang dimiliki oleh kalangan ahli fikih Irak berpengaruh terhadap corak pemikiran mereka sehingga mereka banyak menggunakan al-ra’y (rasio) dalam memecahkan persoalan hukum yang dihadapi.
Mereka berpendapat bahwa Irak merupakan daerah yang paling beruntung mendapatkan para sabahat penghaFal dan periwayat hadist yang mempuni yang menerima banyak ilmu dari Rasulullah, karena itu mereka merasa cukup denga Hadis-hadis yang masyhur di negeri mereka saja
Irak adalah daerah yang banyak terpengaruh oleh kebudayaan Persia dan Romawi. Kebudayaan ini memaksa para Fuqaha untuk mengistibatkan hukum-hukum terhadap beberapa segi kehidupan yang sudah barang tentu tidak bisa disamakan dengan daerah-daerah lainnya yang struktur masyarakatnya masih dalam keadaan sederhana, sehingga mau tidak mau mereka harus menggunakan ra‟yu.
Faktor politik di negeri hijaz terdapat beberapa sebab :
kebanyakan penghafal hadist berdiam di Hijaz, karena itu mereka mudah memperoleh hadist untuk mentapkan hukum bila diperlukan dan karena tidak banyak terjadi problema-problema yang belum ada bandingannya di masa sahabat.
kesederhanaan kehidupan penduduk Hijaz, mereka tidak dipengaruhi oleh kemajuan peradaban yang berasal dari Persi, Romawi dan lain-lain, tidak sama halnya dengan di Irak (Kufah).
Pengaruh geografis
Dilihat dari segi geografisnya, Irak terletak di daerah selatan lembah Dajlah dari Furat (Eufrat). Terkenal dengan daerah yang subur, bening airnya dan udaranya yang sedang, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Termasuk kota yang paling maju dari segi budaya dan bangunan fisik. Selama 30 abad sebelum masehi secara bergantian, bangsa Babilonia, Asyur, Kaldani, Persi, Arab dan Yunani pernah mendirikan mamalik (kerajaan) dengan berbagai perbedaan yang beragam dimilikinya. Kemajuan peradaban Irak merupakan mercu yang menyinari negara-negara sekelilingnya (Amin, 1996: 284-285). Setelah fath Irak pada masa Umar bin Khattab dan orang-orang Arab mengetahui kekayaan Irak yang berlimpah ruah, mereka berbondong-bondong pindah ke Irak. Berpuluh-puluh tahun sebelumnya telah pindah pula orang-orang Arab dari suku Bakr dan Ruba’iah, kemudian mereka membangun imarah munadzarah (pemerintahan munadzarah). Berbeda dengan di Hijaz (Mekah dan Madinah), ia merupakan daerah yang tidak dialiri oleh sungai, tanahnya keras berbatu dan berkerikil, sehingga menjadikan tanaman sulit untuk tumbuh kecuali daerah-daerah tertentu. Letak geografis yang tidak menguntungkan itu menjadikan penduduknya hidup dalam kesederhanan (Amin, 1996: 270). Di samping kebudayaan luar belum begitu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Hijaz, hanya pengaruh Yahudi dan Nasrani. Kehidupan yang sederhana relatif tidak melahirkan banyak permasalahan baru. Ahl fiqh al-Hijaz (Madinah dan Mekah) mampu mendapatkan solusinya cukup dari al-Qur'an atau hadits yang banyak dimilikinya. Keadaan yang semacam ini mengkondisikan ahli fikih Hijaz cenderung tidak banyak menggunakan rasio dalam mencari solusi suatu permasalahan, cukup menggunakan al- Qur'an atau hadits yang banyak dimilikinya.
Pengaruh Situasi Politik Dan Geografis Terhadap Model Istinbath Hukum Ulama Iraq Dan Hijaz
Situasi di Irak yang jauh dari Mekah dan Madinah, juga pengaruh yang sangat kuat dari guru besar Kufah yaitu Ibnu Mas’ud yang mengadopsi pemikiran Umar bin Khattab yang dikenal dengan banyak menggunakan rasio dalam mencari hukum, serta sedikitnya hadits yang tersebar di kalangan ahl al-Irak, lebih lagi terdiri atas banyak suku dan golongan serta kelompok menimbulkan Permasalahan-permasalahan baru yang timbul dan tentunya membutuhkan solusi sementara nash (al-Qur’an dan Hadits) yang ada tidak memuat seluruh solusi dari permasalahan baru itu, sehingga keadaan semacam ini mendorong ahli fikih Irak untuk lebih banyak menggunakan ra’y (rasio) untuk mencari solusinya. Karena kecenderungan ahl al-Irak yang banyak menggunakan rasio (ra’y) dalam mencari solusi hukum terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapinya maka dikenal dengan ahl al-ra’y. Sementara di Hijaz, kehidupannya masih sederhana, Kehidupan yang sederhana relatif tidak melahirkan banyak permasalahan baru Ahl fiqh al-Hijaz (Madinah dan Mekah) mampu mendapatkan solusinya cukup dari Al-qur’an  atau hadits, karena banyak menggunakan al-Qur’an dan hadits maka disebut dengan ahl al-Hadits.
Hal lain yang mempengaruhi istinbath hukum dikarenakan Irak yang jauh dari Mekah dan Madinah, dan juga ulama irak yang mengadopsi pemikiran Umar bin Khattab mengutamakan pengambilan hukum menggunakan rasio akal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya sedikitnya hadits yang tersebar di kalangan ahl al-Irak, Sementara di Hijaz yang merupakan tempat turunnya wahyu dan hadits yang tersebar luas di masyarakat umum dan sudah menjadi bagian dari budaya di masyarakat tersebut serta Para fuqaha di situ cukup terbuka dalam menerima hadits.
Metode Istinbath Hukum Ulama Hijaz Dan Irak Serta Perbedaanya
Para ulama ahl ra’yu memberikan perhatian khusus terhadap pencarian 'illat al-hukm (ilat hukum) dan hikmah al-tasyri' (hikmah pensyariatan). Hal ini karena mereka menganggap bahwa syariat Islam adalah syariat yang ma'qul al-ma’na, ia datang untuk mewujudkan kemaslahatan hamba sehingga perlu dicari rahasia apa yang tersimpan dalam nash yaitu berupa illat diterapkannya syariah. Mereka sangat selektif dalam menerima hadis ahad. Karena kelihaian mereka dalam menalar suatu permasalahan, fuqaha Irak tidaklah takut berbicara dengan pendapat pribadi karena mereka menguasainya, terutama di Irak ditemukan banyak hadis palsu yang mengharuskan para ulama untuk lebih selektif dalam menyaring sunah.selain itu  Penggunaan rakyu tidak hanya terbatas pada masalah-masalah yang sudah terjadi, akan tetapi juga terhadap berbagai permasalahan iftiradhiyah (pengandaian) yang belum terjadi atau justru mustahil terjadi dan mereka sudah menuangkan logika (rakyu) di dalamnya. sedangkan Ulama ahli hadist lebih mengutamakan sunah daripada logika. Mereka tidak menggunakan rakyu kecuali dalam masalah yang tidak ada nas-nya dalam al-Qur’an, sunah, Ijma’, ataupun pendapat sahabat. Para pengikut aliran ini Menfatwakan hukum hanya pada persoalan realistis dan faktual, tanpa berani melangkah ke persoalan spekulatif dan asumtif sertaTidak memberikan persyaratan yang cukup ketat dalam penerimaan hadist.
Perbedaan antara ahl al-ra’y dan ahl al-hadits pada dasarnya bukanlah pada penerimaan ataupun penolakan al-Qur’an ataupun Hadits sebagai Hujjah. Keduanya menerima al-Qur’an atau hadits sebagai hujjah, hanya saja keduanya berbeda dalam dua hal: pertama, dalam penggunaan rasio (al-ra’y). Ahl al-Hadits beristidlal dengan al-Qur’an dan hadits dari makna dzahirnya (makna yang tampak). Tidak menggunakan rasio kecuali dalam keadaan terpaksa, bahkan sebagian mereka tidak menggunakan rasio sama sekali. Sementara ahl al-ra’y banyak menggunakan rasio jika tidak ditemukan solusi hukum dari al-Qur’an atau hadits.
Contoh Penerapan Hukum Ulama Hijaz Dan Irak
Dari kalangan ulama Hijaz ini kemudian muncullah Mazhab Maliki, yang dipelopori oleh Anas bin Malik (W. 179/759). Diantara sebab-sebab ulama Hijaz tidak mempergunakan ra‟yu (ijtihad) dalam menetapkan hukum dan berhenti pada nash saja, adalah :
pengaruh pendirian para sahabat yang menjadi guru mereka, tidak mempergunakan qiyas sebelum terpaksa benar seperti yang terdapat pada contoh diatas.
kebanyakan penghafal hadist berdiam di Hijaz, karena itu mereka mudah memperoleh hadist untuk mentapkan hukum bila diperlukan dan karena tidak banyak terjadi problema-problema yang belum ada bandingannya di masa sahabat.
kesederhanaan kehidupan penduduk Hijaz, mereka tidak dipengaruhi oleh kemajuan peradaban yang berasal dari Persi, Romawi dan lain-lain, tidak sama halnya dengan di Irak (Kufah). Dari sini nampak dengan jelas bahwa orang-orang Hijaz pada umumnya adalah ahl-al-Hadist karena mereka banyak berpegang pada hadist sebagai pedoman.
Salah satu Contoh penerapan hukum antara ahlu ra’yi dengan ahlul hadist terdapat perbedaan ketika memahami hadist bahwa rasulullah saw bersabda:
“perempuan sama dengan laki-laki sampai kelipatan tiga diyat. Lebih dari itu, diyatnya adalah setengah dari diyat laki-laki” HR. Nasa’ dan Dar al-Qutni Muslim22
Dalam pemahaman Ahl al-hadis apabila seorang melakukan pelukaan (Jarh) terhadap jari seorang perempuan, maka diyat atau dendanya satu jari adalah 10 ekor unta, 2 jari 20 ekor, 3 jari 30 ekor, tetapi apabilah sampai 4 jari maka bilangan diyat-nya adalah kembali kembali ke 20 ekor, yaitu setangah diyat dari laki-laki. Penggunaan hadis ini sangat ditentang oleh para pemuka Ahl al-ra’yi karena ada kejanggalan dan tidak diterima akal. Bagi ahl al-Rayi setiap jari perempuan diyatnya adalah 10 ekor unta dengan tanpa membedakan berapa jumlahnya yang terpotong dan besar kecilnya suatu jari, ibu jari harganya sama dengan kelingking. Perbedaan tentang jumlah diyat terhadap jari wanita yang terpotong ini pernah ditulis pula oleh Malik ibn Annas di dalam kitab al-Muwata’nya: “dari malik di dalam kitab al-Muwata’



DAFTAR PUSTAKA
Coulson, J. Noel, Konflik Dalam Yurisprudensi Islam, alih bahasa: H. Fuad, (Yogyakarta:Navila, 2001).
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam, Cet. I,Bulan Bintang, Jakarta, 1971
http://ejournal.sunan-giri.ac.id/index.php/at-tuhfah/article/view/83
https://www.neliti.com/publications/37039/corak-fikih-ahl-al-iraq-telaah-historis-metodologis
https://repository.ar-raniry.ac.id/2207/1/Aliran%20Kuffah%20dan%20Hijaj.pdf





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kidung Untuk Kekasih

 Sebuah Roman kepada pemeluk teguh, tuhanku dalam keadaan termangu aku senantiasa mengingat ciptaanmu seorang hawa yang senantiasa menengadahkan tangan kepadamu dengan suka tanpa duka ia selalu meminta apapun kepadamu ohh tuhanku, ia dengan kelembutan dalam jiwanya seperti rimbaraya di pagi hari yang menyingsingkan sinarnya tanah becek, duri beracun, dan kegelapan sirna seiring dengan hadirnya namun ternyata itu adalah kenangan untuk terakhir kalinya gaun putih kecoklatan yang engkau kenakan akan selalu kukenang hingga enam masa  tatapan mata yang menyorot bagai bintang yang penuh kasih sayang akan selalu ada tempat dalam relung hati yang terdalam betapa berat, wahai betapa bosan hati ini untuk terus berjauhan membenar-benarkan kata dalam sebuah pesan hanya untuk mengakhiri sebuah obrolan kunyalakan jiwa hingga ngungun, sunyi riuh rendah, hari berganti malam tanpa sebuah istirah wahai tuhan yang menangui kidung ini, sudikah engkau mendekatkan sanubari kami kembali atau mungkin sudah wa

Yang cantik yang (tak) bisa (di)takluk(kan) selamanya

​ Tidak seperti cerita saya sebelumnya yang syarat dengan revolusi sejarah dan kemerdekaan bangsa, "tungku api" sosok utama di sequel ini mungkin wanita yang di idamkan setiap mahasiswa. Ia dengan kulit putihnya, tirus pipinya, merah muda gincunya, kalau tersenyum,ih manisnya. Cantik parasnya, lentik suaranya dan kelembutan hatinya  Dia juga suka binatang kucing seperti sodara saya, kalau sedang bercengkrama dengan hewannya, aduh, menenangkan sekali rasanya Dia juga penakut seperti saya, hampir setiap hari pada pukul 23.00 tepatnya, dering telfon bergema pertanda dia minta untuk ditemani hanya sekedar buang air kecil di lantai atasnya. Kadang juga pembahasanya sangat riang kedengarannya, kisah asmaranya membuat-ku ingin memiliki wanita seperti ia. Bersih bersih adalah hobinya namun aku tak yakin ia bisa membuat "sambal tumpang seperti ibuku dan mbah kedah rasanya" Sepertinya ia dilahirkan dari keluarga yang taat beragama, sayang aku belum berkenalan dengan bapaknya.

Renjana

  sebuah roman kau adalah sebuah pulau yang terpisah karena luka batinmu yang mengangah terasingkan dalam kebahagiaan yang telah menyerah dijauhkan dari perasaan iba hati dan bersembunyi dibalik tirai-tirai ilahi  memoar lama seakan kembali menghantui sejenak di pagi hari, pernahkah engkau tertegun karena teringat masa-masa yang tlah kau lalui tentang masa dimana engkau menjadi pemeran utama dalam sebuah opera tentang pergumulan yang engkau inginkan sebelum keterasingan mendera atau sekedar teringat cerita cinta tentang anak remaja dengan gadis desa yang menaungi kidung kasih, punahkah sekarang rasa hilang dalam hati kita ? atau sekedar mengutuk perasaan karena yang diinginkan telah hilang dan sulit untuk dikembalikan  atau mengingat perjanjian yang pernah kita tuturkan. agaknya, tentang dia jangan pernah terlupakan biarlah selebrum dari otak bagian kiri selalu mengingat peristiwa yang melelahkan