Dinasti Safawiyah
Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu Naili Anafah
Disusun Oleh :
1. Endrian Bagus 1702016166
2. Rahajeng S.H 1702016154
3. Zidan muhamad kadafi 1702016159
PENDAHULUAN
Pasca serangan tentara mongo terhadap kekhalifahan abbasiyah di Baghdad, kekuatan politik islam mengalami kemunduran secara cepat yang mengakibatkan wilayah kekuasaan islam pada waktu itu terbagi menjadi beberapa dibasti-dinasti kecil yang satu sama lainya saling berperang. Kondisi seperti ini juga mempengaruhi masalah ekonomi. Sehingga memunculkan berbagai dinasti-dinasti islam yang saling berbeda pandangan, diantar dinasti-dinasti tersebut adalah dinasti safawiyah, yang bertempat didaerah Persia. Akan tetapi dinasti safawiyah ini memiliki paham syi’ah dan menjadikan syi’ah sebagai agama utama dalam pemerintahanya, penyebab dinasti safawiyah ini menganut syi’ah dikarenakan dari pendiri dinasti tersebut merupakan keturunan imam besar syi’ah. Awal berdirinya dinasti ini hampir bersamaan dengan dinasti turki ustmani, akan tetapi pada masa itu dinasti turki ustmani sudah mencapai proses kejayaan.
Karena paham yang dimiliki oleh dinasti safawiyah dan turki ustmani berbeda,tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dalam sejarah kedua dinasti tersebut saling serang menyerang bahkan ada yang menyatakan bahwa kedua dinasti tersebut tidak pernah damai sampai hancurnya dinasti safawiyah yang dihancurkan oleh amir khand yang bekerja sama dengan mir Mahmud.
A. Rumusan masalah
1. Awal mula berdirinya dinasti safawiyah
2. Bagaimana paham yang dianut oleh dinasti safawiyah
3. Bagaimana peradaban islam di dinasti safawiyah
4. Factor yang melatar belakangi runtuhnya dinasti safawiyah
A. PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Berdirinya Dinasti Safawiyah
Pada awalnya dipersia didaerah Ardabil sebuah kota di daerah Azerbaijan terdapat sebuah gerakan tareqah yang bernama safawi. Orang yang mengikuti tareqah ini kebanyakan dari suku qurdi dan armen.[1] Dinasti safawiyah lahir abad 16 maasehi, kelahiranya merupakan peristiwa penting, bukan hanya bagi Persia dan negara tetangganya, tetapi bagi eropa, berdirinya dynast safawiyah dianggap sebagai bangkit kembalinya imperium Persia dan nasionalisme yang telah dijatuhkan oleh islam pada masa pemerintahan Umar bin khattab dalam peperangan di Qadishia pada tahun 635 M dan Nahawand pada tahun 642 M.
Bagi kerajaan turki ustmani, berdirinya kerajaan safawiyah dianggap sebagai suatu ancaman. Hal ini di terbukti dengan terjadinya kontak senjata antara keduanya, akan tetapi dalam pandangan dinasti Mughal di india, dinasti safawi dianggap sebagai sahabat yang memberinya bantuan dalam menghadapi musuh, sedangkan bagi bangsa eropa, dinasti safawiyah dianggap sebagai mitra perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam pernyataan-pernyataan diatas, maka dapat dikatakan bahwa dinasti safawiyah sebagai salah satu dari tiga kerajaan besar pada waktu fase keamajuan islam ke 2. Kerajaan safawiyah berkuasa pada tahun 1507-1722 M, pada puncak kejayaanya wilayah dinasti safawiyah meliputi iran, Azerbaijan, Azerbaijan, Kaukakus, dan sebagian Pakistan, serta turmenistan dan turki. akan tetapi berdirinya dinasti safawi , kerajaan turki ustmani sudah lebih dulu mencapai puncak kejayaanya, dalam perkembanganya dinsati safawiyah seringkali bentrok dengan kerajaan turki ustmani. Berbeda dengan 2 kerajaan lainya (Mughal dan turki) dinasti safawiytah menyatakan bahwa syi’ah sebagai madzhab Negara.
Kerajaan ini bermula dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat safawiyah, yang didirikan hamper bersamaan dengan kerajaan dinasti turki ustmani. Nama safawityah sendiridiambil dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M)[2]. Safi al-din lahir dari golongan orang kaya, tetapi keluarganya memilih jalan sufi dalam hidupnya, ia merupakan keturunan dari imam besar syi’ah keenam ( musa al-khasim)[3]. Guru beliau bernama syekh taj al-din Ibrahim sahidi (1216-1301) yang dikenal dengan julukan zahid al-gilani.
Safi al-din menjadi pimpinan tarekat tersebut ketika gurunya meninggal pada tahun 1301 M. pada awalnya gerakan tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar, termasuk para ahjli bid’ah. Tarekat ini semakin jaya terutama setelah megubah bentuk tarekat dari segi pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keaagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, syiria, dan Anatolia. Di negeri-negeri luar adabil, safi al-fin menempatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya, wakil itu diberi nama “khalifah”. Akan tetapi suatu ajaran yang fanatic biasanya ada keinginan dari setiap murid-muridnya untuk memiliki kekuasaan, kemudian dalam waktu yang lama murid-murid menjadi sangat fanatik dan menentang siapa saja yang tidak sepaham dengan jaran syi’ah. Masa radikal ini bermulai pada masa pemerintahan syah juneid (1447-1460)[4]. Hal ini menimbulkan konfllik antara tarekat safawiyah dengan penguasa kota koyunlu, salah satu cabang bangsa turki yang berkuasa di wilayah ini. Sang imam berhasil diusir oleh pihak penguasa dan diasingkan. Selanjutnya sang imam bersekutu dengan Uzun Hasan, seorag pemimpin Ak-Koyunlu. Persekutuan imam Junaid dengan Uzun Hasan semakin kuat, akibat pernikahannya saudara perempuan Uzun Hasan. Imam Junaid tidak berhasil meraih supremasi politik di wilayah ini, lntaran upayanya merebut kota Ardabil dan Sircassia mengalami kegagalan.[5]
Sepeninggal imam junaid, pimpinan tarekat safawiyah digantikan oleh anaknya yg bernama Haidar. Atas persekutuan dengan Ak-Koyunlu, Haidar berhasil mengalahkan kekuatan Ak-Koyunlu dalam pertempuranyang terjadi pada tahun 1476 M. Kemenangan ini membuat nama safawiyah semakin besar, dan hal ini tidak dikehendaki oleh Ak-Koyunlu. Persekutuan antara safawiyah dengan Ak-koyunlu yang memberikan bantuan kepada sirwan ketika terjadi oertempuran antara pasukan Haidar dengan Sirwan. Pasukan safawiyah mengalami kehacuran, dan Haidar sendiri terbunuh dalam pertempuran ini.
Kekuatan Safawiyah bangkit kembali dalam kepemiminan Ismail. Selama 5 tahun, ia mempersiapakan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash (pasukan baret merah) yang bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak-koyunlu dalam peperangan di dekat Nakhchivan dan berhasil menaklukkan Tirbiz, pusat kekuasaan Ak-koyunlu. Di kota ini ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawiyah dan menobatkan diri sebagai raja pertamanya. Pada tahun 1501 syah ismail 1 yang baru berusia 14 tahun dinyatakan sebagai pemimpin setelah mengalahkan pasukan turki, kemudian dari peperangan tersebut syah ismail mengeluarkan keputusan ideologii syiahisme yang menjadi ideology wajib dalam Negara[6], syah ismail berusaha menerapkan ajaran imam keduabelas syi’ah dengan melakukan berbagai upaya untuk memasukan masyarakat yang pada waktu itu banhyak yang menganut sunni menjadi syi’ah termasuk para ulamanya. Pada masa inilah dinasti safawiyah mencapai masa puncaknya, pada puncak kejayaanya, sastra, kesenian, dan arsitektur Persia berkembang pesat. Diantaranya pembangunan alun-alun naghshi jahan di ishafan, sedangkan di biudang ekonomi, perdagangan berpusast di daerah Iraq.
2. Pemimpin yang Berpengaruh pada Masa Dinasti Safawi
a. Ismail I : berkuasa selama kurang lebih 23 tahun yaitu diantara tahun 1501- 1524, pada 10 tahun pertama, beliau berhasil memperluas wilayah. Ismail 1 menghancurkan sisa-sisa kekuatan aqqoyunlu di Hamadan (1504 M), provinsi kaspia di nazandaran, gurgan dan yazd (1504 M ). Hanya dalam waktu sepuluh tahun kepemimpinan ismail 1 sudah sangat luas.[7] selain itu ambisi politik juga mendorongnya untuk terus melakukan perluasan ke daerah-daerah lain, diantara turki ustmani. Namun ismail 1 bukan hanya lmenghadapi musuh yang sangat kuat, tetapi juga sangat membenci golongan syi’ah. Peperangan dengan turki ustmani terjadi pada tahun 1514 M di chaldiran, dekat Tabriz. Katrena keunggulan organisasi militer turki ustmani, dalam peperangan ini ismail 1 mengalami kekalahan. Bahkan truki ustmani dibawah pimpinan sultan salim dapat menduduki Tabriz. Dinasti safawiyah terselamatkan dengan pulangnya sultan ustmani ke turki karena terjadi perpecahan dikalangan militer turki di negerinya.
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggan dan kepercayaan diri ismail. Akibatnya kehidupan ismail 1 berubah. Ismail 1 lebih sering menyendiri menempuh kehidupan ber foya-foya dan berburu. Keadaan ini menimbulkan dampak negative bagi dinasti safawi, yaitu terjadi persaingan atantara pimpinan suku-suku turki, pejabat keturunan Persia, dan qizilbash dalam merebut pengaruh untuk memimpin dinasti safawi ( thohir, TT :174).[8]
b. Abbas 1 : abbas 1 memerintah dari tahun 1588-1628 M. lanngakah-langkah yang ditempuh oleh beliau dalam rangka memulihkan dinasti safawi ialah, pertama, berusaha menghilangkan dominasi pasukan qizilbash atas dinasti safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak, betrasal dari tawanan bangssa Georgia, armania, dan sircasia yang telah ada sejak sultan tahmasp I. kedua, mengadakan perjanjian damai dengan turki ustmani. Untuk mewujudkan perjanjian ini abbas 1 terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah luristan. Disamping itu abbas berjanji tidak akan menghina 3 khalifah pertama dalam islam ( abu bakar, umar, ustman ) dalam khutbah-khutbah jumat. Kemudian untuk memenuhi syarat-syarat terseut abbas 1 menyerahkan saudara sepupunya yang bernama haidar mirza sebagai sandera di Istanbul (lapidus 1999:447)[9]. Usaha tersebut berhasikl membuat dinasti safawi kuat kembali. Setelah itu abbas 1 memusatkan perhatianya kembali untuk menguasai wilayahnya yang dulu sudah direbut oleh turki ustmani pada tahun 1598, abbas 1 juga menyerang dan menaklukan daerah herat kemudian melanjutkan hingga daerah marw dan balkh. Akibat ketamakkan khalifah abbas 1, antara kubu turki ustmani dengan dinasti safawi kembali bergejolak. Kemudain pada tahun 1602 M di saat kepemimpinan turki ustmani berada dibawah sultan Muhammad III, pasukan abbas I menyerang dan dapat menguasai Tabriz, sirwan, dan Baghdad sedangkan kota-kota lain seperti erifan dan Tiflis berhasil di kuasai pada tahun 1605-1606.
Masa kekuasaan abbas I merupakan puncak kejayaan dinasti safawi, secara politik abbas I mampu mengatasi berbagai masalah di dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang direbut oleh dinasti lain pada masa sultan-sultan sebelumnya. Kejayaan ini terlihatr dari stabilitas dan kemakmuranya yang tampak dari kemegahan ibu kota Negara di asfahan, serta dilihat dari keindahan struktur arsitektur bangunanya. Bidang kesenian berkembang dan kajian filsafat kembali mengakar di negeri-negeri islam.
Adapun silsilah rajanya :
· Safi al-din (1252-1334)
· Sadar al-din musa (1334-1399)
· Khawaja ali (1399-1427)
· Ibrahim (1427-1447)
· Juneid (1447-1460)
· Haidar (1460-1494)
· Ali (1494-1501)
· Ismail ( 1501-1524)
· Tahmasp 1 (1524-1576)
· Ismail II (1576-1577
· Muhammad khudabanda (1577-1787)
· Abbas 1 (1588-1628)
· Safi mirza (1628-1642)
· Abbas II ( 1642-1667)
· Sulaiman (1667-1694)
· Husen (1694-1722)
· Tahmasp II ( 1722-1732)
· Abbas III (1732-1736)[10]
3. Peradaban Islam pada Masa Dinasti Safawi
Pada masa pemerintahan ismail, berbagai peradaban islam berkembang sangat pesat, diantaranya :
a. Bidang Ekonomi
Stabilitas politik dinasti safawi pada masa abbas I telah memacu perkembangan ekonomi safawi, terlebih setelah pulau hurmuz dikuasai dan pelabuhan gumrun diubah menjadi pelabuhan abbas. Dengan dikuasainya pelabuhan tersebut maka salah satu jalur dagang antara timur dan barat yang diperebutkan oleh belanda, inggris, dan perancis sepenuhnya menjadi milik dinasti safawi, di samping itu sektor perdagangan dinasti safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur[11]
b. Bidang Filsafat dan Sains
Dalam sejarah islam, bangsa Persia sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu tidak heran apabila pada dinasti safawi tradisi keilmuan terus berkembang. Ada dua aliran yang berkembang pada masa dinasti tersebut, pertama aliran filsafat peripatetic sebagaimana yang dikemukakan oleh aristoteles dan al-farabi, kedua filsafat isyraqi yang dibawa oleh suhrawadi[12], kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan tinggi Isfahan dan syiraz.di bidang filsafat ini muncul beberapa tokoh filsuf diantaranya, nir damad (Muhammad baqir damad0 yang dianggap sebagai guru ketiga setelah aristoteles dan al-farabi. Mir damad memiliki banyak banyak karya tulis dalam berbagai bidang seperti diqih, teologi, dan filsafat yang tertulis dalam dua bahasa, yaitu arab dan Persia. Diantara karyanya yang terkenal ialah qabasat dan taqdisat dua bukunya dibidang filsafat.
Tokoh filsafat lainya adalah mulla sadra atau shadr al-din al-syirazi, beliau adalah dialektikus yang bisa dikatakan paling pintar pada zamanya sayyid Hussein nasr memilih salah satu kitab karangan mulla sadra yang terbesar diantara berates-ratus kitabnya. Mulla sadra dianggap mampu memilih jalur tengah antara filsafat paripatetik ibnu sina dengan filsafat isoterik al-farabi, sehingga karyanya dipandang dengan monumental sebagai tingkat perjalanan agnosik yang sistematis dengan logika. Berkembangnya tipe filsafat semacam ini berdampak sesuai kecenderungan mereka melakukan sufistik.
c. Bidang Politik dan Sosial
Keadaan politik bani safawi mulai bangkit ketika raja abbas I naik tahta pada tahun 1578-1629. Beliau menata adminsitrasi Negara dengan cara lebih baik. Langkah-langkah yang ditempuh olehnya guna memulihkan keadaan politik dinasti safawi diantaranya :
· Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat
· Pemindahan ibu kota ke Isfahan
· Berusaha menghilangakan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan Safawiyah dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejah raja Tahmasp I
· Mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Turki Utsmani
· Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah dalan khutbah jum’at
Reformasi politik yang telah dilakukan oleh Abbas I bisa membuat kerajaan Safawiyah kuat kembali. Setelah itu, ia mulai memusatkan perhatiannya guna merebut wilayahnya kembali. Menurut Badri Yatim permusuhan kedua kerajaan dengan aliran agama yang berbeda itu tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengerahkan serangan ke kerajaan Turki Utsmani. Kemudian pada tahun 1622 M pasukan Abbas sukses merebut pulau Hurmuz, kemudian mengubah pelabuhan Gumruh menjadi pelabuhan Bandar Abbas. Pada bulan Maret 1622 M beliau juga [13]sanggup merampas pulau Hurmuz secara penuh yang telah sekian lama menjadi pangkalan kekuatan bangsa portugis.
d. Bidang Agama
Pada masa Abbas I kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa Khalifah sebelumnya yang senantiasa memaksa syiah agar menjadi agama Negara, melainkan ia menanamkan sikap toleransi. Menurut Hamka, politik keagamaan yang diterapkan Abbas I menjadikan Dinasti Safawiyah lebih toleransi dan tidak dipandang sebagai Negara syiah, bahkan orang Sunni pun dapat bebas mengerjakan ibadahnya. Hal ini disebabkan banyak bangsa Armenia yang bernotaben Sunni menjadi penduduk setia Isfahan.
e. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah islam, Persia dikenal sebagai bangsa berperadaban tinggi. Tidak heran jika pada masa pemerintahan Abbas I tradisi keilmuan berkembang dengan pesat. Akan tetapi pada masa ini perkembangan ilmu pengetahuan didasarkan pada faham syiah yang tidak membolehkan taklid dan beranggapan pintu ijtihad tidak terbuka selamanya.
Dalam sejarah Islam orang Persia dikenal sebagai bangsa peradaban tinggi dan layak untuk pengembangan sains. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika tradisi beasiswa ini berlanjut di Kerajaan Safawi.
Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majelis istana, yaitu: Baha Al-Din al-Syarazi (sains dan teknologi umum), Sadar al-Din al-Syarazi (filsuf) dan Muhammad Bakir bin Muhammad Damad (teolog, filsuf, pemerhati) kehidupan lebah). Di bidang sains Safawi berkembang lebih dari kekaisaran Mogul Agung dan Turki Utsmani. Selama periode Safawi, filsafat dan sains kembali bangkit kembali di dunia Islam, khususnya di kalangan orang Persia, yang tertarik pada pengembangan budaya. Perkembangan baru ini terkait erat dengan sekolah Syi'ah yang didirikan oleh dinasti Safawi sebagai agama resmi negara.
Ada dua kelas dalam dua belas Syi'ah, yaitu Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda dalam memahami ajaran agama. Yang pertama cenderung mengikuti hasil ijtihad mujjat Syiah yang mapan. Yang kedua diambil dari sumber ajaran Islam, Alquran dan hadis, tidak terikat pada mujtadi. Kelompok ini Ushuli ada di Safawi.
Menurut Hodson, ada dua sekolah filsafat yang dikembangkan selama periode Safawi. Pertama, aliran filsafat "Perifatetic", diusulkan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filosofi Ishraki itu dibawa oleh Sukharavadi pada abad ke-12. Kedua aliran tersebut banyak dikembangkan di perguruan tinggi Isfahan dan Shiraj. Di bidang filsafat muncul beberapa filsuf, seperti Muhammad Bakir Damad (W. 1631 M), yang dianggap sebagai guru ketiga setelah Aristoteles dan Al-Farabi, tokoh lainnya seperti Mulla Shadra, yang, katanya, adalah salah satu dialektika yang paling mampu pada saat itu
f. Bidang Seni
Di bidang seni kemajuan terlihat dari gaya arsitektur bangunannya, seperti masjid syiah yang dibangun pada tahun 1603 M. Pada hakikatnya, bidang seni ini mulai dirintis pada masa Tahmasp I. Sedangkan pada tahun 1522 M Ismail I menghadirkan pelukis bernama Bizhard ke Tabriz. Pada masa Abbas I kebudayaan dan kemajuan pikiran menganai seni lukis, pahat, penyair, semakin berkembang dengan pesat, adapun salah satu penyair pada masa itu adalah Muhammad Baghir bin Muhammad.
Penguasa kerajaan membuat Isfahan menjadi kota Kerajaan yang sangat indah. Ada bangunan besar dan indah, seperti masjid, rumah sakit, jembatan raksasa di atas Zende Rud dan istana Chilil Sutong. Kota Isfahan, juga dihiasi dengan taman wisata, indah diatur. Ketika Abbas meninggal di Isfahan, ada 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.
Di bidang seni, kemajuan tampak sangat jelas dalam gaya arsitektur bangunan, seperti yang terlihat di masjid Shah, yang dibangun pada tahun 1611 M, dan masjid Sheikh Lutth Allah dibangun pada tahun 1603 M. Unsur seni lainnya juga terlihat dalam bentuk peninggalan artisanal, keramik, karpet, karpet, pakaian dan tenun, fashion, keramik dan benda seni lainnya. Lukisan itu dimulai dengan zaman Raja Tahmas I.[14]
Dengan demikian, puncak dari kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang diraihnya menjadikannya salah satu dari tiga kerajaan Islam utama, yang oleh lawan-lawannya dihormati lawannya, terutama di lingkungan politik dan militer. Kerajaan memberikan kontribusi untuk mengisi peradaban Islam melalui kemajuan ekonomi, sains, seni dan bangunan bersejarah.
4. Keruntuhan Dinasti Safawiyah
Terjadinya kemunduran pemerintahan pusat berlangsung sepeninggalan khalifah Abbas I. Setelah Abbas I meninggal dunia, tidak ada seorangpun yang memiliki visi sepertinya. Apalagi setelah perjanjian dengan kerajaan Turki Utsmani pada tahun 1639 M. saat itu pasukan militer Safawiyah terbengkalai dan terpecah menjadi sejumlah resimen kecil. Kemudian pada akhir abad 17 kekuatan militer safawiyah tidak lagi sekuat dahulu bahkan tidak terkesan seperti militer pada umunya, selain itu administrasi pusat mengalami perpecahan. Bahkan beberapa prosedur penertiban pajak dan distribusi pendapatan Negara menjadi tidak terkendali.
Melemahnya pemerintahan pusat menyebabkan terjadinya berbagai pemberontakan otoritas syafawiyah. Pada abad 18 Iran dilanda kondisi anarkis diantaranya kasus perebutan kekuasaan politik, pada masa ini dinasti safawiyah telah terpecah belah menjadi beberapa rezim diantaranya Afghan. Afshar, Zand, dan Qajar. Kemudian pada tahun 1724 Ghalzai Afghal mengambil alih kekuasaan otoritas syafawi. Akan tetapi selang berapa tahun kemudian Isfahan diserang kerajaan Turki Utsmani dan bangsa Rusia yang berbatasan dengannya, akan tetapi pada waktu itu kerajaan Turki Utsmani tidak bisa mengambil alih secara penuh wilayah Iran tersebut.[15]
Pada tahun 1709 M Rezimen Afghan dibawah pimpinan Mir Vayes melakukan pemberontakan untuk merebut kembali wilayah Isfahan, akan tetapi Mir Vayes gagal. Kemudian ia diganti oleh Mir Mahmud. Pada masanya, Mir Mahmud memilih untuk menambah pasukan dengan cara mempersatukan dengan pasukan Ardabil. Akan tetapi pada awalnya Syah Husen tidak mengakui kekuasan Mir Mahmud tersebut. Pada tahun selanjutnya pasukan Mir Mahmud berhasil merebut kembali negeri Afghan kemudian beliau mendesak agar Syah Husen mengakui kekuasaannya dan menjadikan sebagai gubernur Qandahar. Karena prestasinya inilah, Nir Mahmud leluasa bergerak. Kemudian pada tahun 1721 M dia mampu merebut Kirman. Bahkan dia juga menyerang balik daerah kekuasaan Syah Husen dan memaksanya untuk menyerah. Akhirnya pada 12 Oktober 1722 M Syah Husen menyerah sedangkan pada tanggal 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Tahmasp II putra Husen memperoleh dukungan dari suku Qazar, Rusia. Ia memproklamasikan diri sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Pesia, dengan pusat kekuasaan di Kota Astarabat. Pada tahun 1726 M ia bekerja sama dengan Nadhir Khan dari suku Afshar guna memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Pada tahun 1729 M, M Asyiraf (pengganti Mir Mahmud) yang berkuasa di Isfahan dikalahkan oleh penguasa Nadhir Khan. Ia terbunuh dalam peperangan ini. Karena kekalahan inilah, dinasti Safawiyah berkuasa kembali. Akan tetapi pada bulan Agustus tahun 1732 M Tahmasp II dipecat oleh Nadhir Khan kemudian digantikan oleh Abbas III ( anak Tahmasp II) yang saat itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu Nadhir Khan mengangkat diri sebagai raja dan mengakhiri kekuasaan dinasti safawiyah di Persia.[16]
Ada beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran dinasti safawiyah, diantaranya:
a. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan Turki Utsmani dikarenakan kerajaan Safawiyah bermadzhab syiah yang dianggap menjadi ancaman terhadap Turki Utsmani.
b. Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan safawiyah.
c. Pasuhan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak mempunyai semangat perjuangan yang tinggi.
d. Seringkali terjadi konflik internal dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
e. Lemahnya para Sultan. Ini sebagai akibat dari tidak adanya system pengkaderan yang terencana bagi calon penerus kekuasaan, lantaran dikhawatirkan menjadi boomerang bagi raja yang mengkadernya, sekaligus mengambil alih kepemimpinan sebelum waktunya. Adapun penyebab lainnya yaitu gaya hidup pemimpinnya yang suka dengan kemewahan dan mabuk-mabukan.[17]
f. Lemahnya ekonomi. Penyebab lainnya ialah ketamakan sultan mendapatkan meriam eropa, sehingga mereka membebaskan niagawan eropa dari bea masuk dan keluar bagi komoditas eropa serta safawiyah. Selain itu penggunaan uang Negara demi mendukung kehidupan mewah keluarga raja juga mengurangi kas Negara dalam jumlah banyak sehingga gaji tentara tidak dibayarkan.
Kehancuran safawiyah juga disebabkan oleh sejumlah perubahan yang luar biasa dalam hubungan agama dan Negara yang semulanya safawiyah merupakan sebuah gerakan namun setelah berkuasa cenderung kepada pembentukan ulama Negara. Safawiyah juga menjadikan syiahisme sebagai agama resmi di Iran sekaligus mengeliminir pengikut suffi mereka, sebagaimana yang dilakukan terhadap ulama Sunni.
Krisis pada abad ke 18 mengarah kepada berakhirnya sejarah Iran Pra-Modern. Bahkan, hampir di seluruh wilayah muslim periode pra-modern berakhir dengan intervensi, penaklukan bangsa eropa serta pembentukan beberapa rezim kolonial. Dengan demikian konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa eropa diawali dengan hancurnya imperium bangsa syafawiyah dan liberalisasi ulama.
Rezim syafawiyah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi Persia menganai sistem kerajaan yang agung, yaitu sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan atau unsur kesukuan yang mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik, dan mandiri.[18]
KESIMPULAN
Dinasti safawiyah pertama kali muncul bukanlah membentuk sebuah dinasti, melainkan awal mulanya, safawiyah merupakan sebuah gerakan tareqah yang berdiri di Persia. Kelahiran dinasti ini hampir bebarengan dengan berdirinya kerajaan turki ustmani, akan tetapi kerajan turki ustmani sudah dalam masa jaya lebih dahulu. Pergerakan ini didirikan oleh safi al-din yang merupakan keturunan salah seorang imam 12 syi’ah. Gerakan ini secara jelas fanatic pada paham syi’ah yang salah satu kebijakanya yaitu menetapkan ajaran syi’ah sebagai agama wajib dalam Negara dan juga memaksa orang-orang selain syi’ah untuk masuk ke syi’ah termasuk pada waktu itu masyarakat yang menganut paham sunni. Akan tetapi dikarenakan wilayah kekuasaan safawiyah yang semakin membesar emngakibatkan bergesernya ideology safawiyah yang dulunya hanya sebuah pergerakan thareqah, kemudian berubah ingin menjadi sebuah dinasti/ kerajaan. Dikarenakaan perbedaan faham antara dinasti safawiyah dan dinasti turki ustmani, maka perbedaan ini tidak dapat menghindarkan dari peperangan, yang dalam suatu sejarah ada yang mengatakan bahwa, dari awal terbentuknya dinasti safawiyah sampai runtuhnya pun tidak pernah berdamai dengan kerajaan turki ustmani.
Dinasti safawiyah mencapai puncak kejayaan pada masa khalifah Abbas 1, pada masa ini perkembangan peradaban islam sangatlah pesat, diantaranya dalam bidang seni, arsitek, politik, budaya, ekonomi. Selain itu pada masa ini perluasan wilayah dinasti tersebut sangatlah besar, bahkan beberapa wilayah dari kerajaan turki ustmani pun bisa direbut oleh kerajaan safawiyah. Akan tetapi kejayaan dinasti ini mencapai puncak kejayaan hanya berkisar beberapa puluh tahun saja. penyebabnya yaitu ketika khalifah abbas 1 perang dengan dinasti turki ustmani dibawah pimpinan sultan Muhammad III. Pada perang itu pasukan Abbas I mengalami kekalahan dan menyebabkan berubahnya pola kehidupan raja Abbas I. pasca kekalahan perang tersebut pola hidup raja abbas I berubah menjadi suka berfoya-foya, suka menyendiri. Periode ini merupakan awal mula hancurnya dinasti safawiyah.
Runtuhya dinasti safawiyah disebabkan oleh beberapa factor diantaranya yaitu ketika pasca kepemimpinan raja Abbas I, tidak ada khalifah yang sejalan dengan pemikiran khalifah abbas I, selain itu factor lain yang mempengaruhi runtuhnya dinasti ini tidak lain karena pola kehidupan raja-rajanya yang suka dengan kemegahan dan juga suka mabuk-mabukan, selain itu pada periode ini tatanan system administrasi negaranya juga tidak tertata rapi. Selain itu penyebab runtuhnya dinasti ini dikarenakan para pemimpinnya yang gila kekuasaan dan inign saling merebut daerah kekuasaan, dan juga hal paling umum yaitu dikarenakan dinasti ini memiliki faham syi’ah yang berbeda jauh dengan kerajaan turki ustmani yang berfaham sunni sehingga menyebabkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak. Akhirnya, pada tahun 1732 M dinasti safawiyah runtuh, yang ditandai digantinya raja tahmasp II dengan nadhir khan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmed, Akbar.2010.peradaban islam.jakarta : penerbit Erlangga
2. Muslih.2015.sejarah peradaban islam.Semarang : CV. Karya Abadi Jaya
3. Amstrong, Karen.2014. sejarah islam.Bandung : penerbit mizan
4. Syaefusin, mahmus, DKK.2013.Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta :pustaka ilmu Yogyakarta
5. Nassution, Syamruidn.2013. sejarah peradaban islam.Pekan Baru : Yayasan pusaka riau
Komentar
Posting Komentar